Sabtu, 23 Juni 2012

SUMBER HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA DALAM BIDANG HUKUM


A.SUMBER HUKUM ISLAM
Sebagaimana yang telah Allah swt jelaskan:QS. An-nisa: 59, 

“wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilalh RasulNya dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar bberiman kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya).

dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1) Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam al-quran.
2) Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3)Menaati ulil amri (orang yang mempunyai wewenang dalam kekuasaan kepemimpinan).
4) Mengembalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum,
Ulama islam khususnya ulama fiqih sepakat bahwa Sumber Hukum Islam ada tiga yaitu :
1.      Al-Quran
2.      Hadits
3.      Ijtihad



.   1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama

Al-Quran juga di definisikan  ialah 'Kalam Allah Swt yang diwahyukan kepada nabi yang terakhir Muhammad Saw, yang merupakan mukjizat yang terbesar diberikan Allah Swt terhadap Rasul Saw dan membacanya merupakan ibadah (pahala).          
Dalam al-quran juga disebutkan ada beberapa nama lain Al-quran seperti :
·         Al-kitab
·         Al-Syifa (obat)
·         Al-Huda’ (petunjuk)
·         Al-Furqan (pembeda), dan
·         Al-Mau’izhah (nasihat).    
Artinya, Al-Qur’an adalah kitab yang berisikan petunjuk allah Swt untuk menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan hambanya, membedakan antara yang haq dan yang bathil, serta menjadi peringatan, obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Sebagaimana yang telah diwahyukan oleh Allah Swt dalam QS.Al-Isra’ 82:
“ Dan kamiturunkan dari Al-quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.

            Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dan pertama dalam islam. Karena setiap muslim wajib berpegang teguh kepada isi kandungan Al-Qur’an  dan menempatka Al-Qur’an sebagai rujukan utama dan pertama dalam menetapkan suatu hukum Allah SWT berfirman  :
Artinya: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. al-Maidah: 44).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, Akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (al- Ahjab: 36).
Kedua ayat ini menegaskan kepada kita untuk selalu berpegang teguh pada al-qur’an dan hadis sebagai dasar dan sumber hukum-hukum islam dan melarang kita untuk menetapkan suatu perkara yang tidak sesuai dengan al-qur’an dan hadis serta dilarang untuk mendurhakai allah dan rasul-Nya.

Wahyu yang pertama dan terakhir diturunkan .

            Wahyu yang di turunkan oleh Allah swt kepada nabi Muhammad adalah surat Al-Alaq ayat ke 1-5 di gua hira.Tepatnya pada tangal 17 ramadan,tahun ke 40 bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.
Al-Qur’an tersusun  dalam 30 Juz, 114 surah, 6236 ayat, 74.437 Kalimat dan 325.345 huruf, semuanya diterima oleh nabi muhammad saw melalui malaikat jibril As murni dari Allah Swt .

Sejarah turunnya Al-Qur’an
           
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu’an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.Alquran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.

Fungsi Al-Qur’an
1.         Petunjuk bagi Manusia.Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)
2.         Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni
3.          Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4.          sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.


Ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah

  1.  Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibahagi atas dua golongan:  
  2. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah. Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surah dan jumlah ayat-ayatnya 4,780 ayat. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek     
  3. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.Ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 28 surah dan berjumlah 1,456 ayat. Ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang
Al-Quran sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam hidup baik di dunia dan akhirat, berisi hal-hal antara lain :

1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
2. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.
4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.
5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.
Sebagai sumber hukum yang utama, maka al-Qur’an memuat sisi-sisi hukum yang mencakup berbagai bidang. 
           Secara garis besar al-qur’an memuat tiga sisi pokok hukum yaitu:
·         Hukum I’tiqadah. Yakni hukum-hukum yang berhubungan dengan akidah dan kepercayaan meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, hari Qiyamat dan ketetapan Allah (qadha dan qadar).
Hukum Moral/ akhlaq. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan prilaku orang mukallaf guna menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan/ fadail al a’mal dan menjauhkan diri dari segala sifat tercela yang menyebabkan kehinaan. 
  Hukum Amaliyah, yakni segala aturan hukum yang berkaitan dengan segala perbuatan, perjanjian dan muamalah sesama manusia. Segi hukum inilah yang lazimnya disebut dengan fiqh al-Qur’an dan itulah yang dicapai dan dikembangkan oleh ilmu ushul al-Fiqh

Hukum amaliyah tersebut, secara garis besar terbagi dua:
  1. Hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah manusia dalam  hubungannya dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Hukum ini disebut hukum ibadah dalam arti khusus 
  2. Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah manusia dalam hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya; seperti jual beli, kawin, pembunuhan, dan lainnya. Hukum-hukum ini disebut hukum mu’amalah dalam arti umum.

2.  Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Kedua
As-sunnah menurut istilah yang dirumuskan oleh ‘Ulama Hadis adalah
“Segala sesuatu yang diambil dari Nabi Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatn maupun taqrir (ketentuan), pengajaran, sifat, kelakuan dan perjalanan hidup baik yang terjadi sebelum masa kenabian ayau sesudahnya”
 Sedangkan menurut ‘ulama Fiqh : “ Segala sesuatu yang diambil dari Nabi Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan(taqrir) yang mempunyai kaitan dengan hukum “
Berdasarkan pengertian di atas , dapat diklasifikasikan  kepada 4 macam yaitu;
  • Hadis Qauliyah
Seluruh hadis yang bersumber dari perkataan Nabi Muhammad saw, baik dalam bentuk perintah, larangan, anjuran atau nasehat , dan lain-lain. Yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hokum syara’
  • Hadis Fi’liyah
Seluruh hadis yang bersumber dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw agar diconthkan atau diteladani oleh umatnya.Contohnya: tata cara wudu’ , shalat, haji, dan lain-lain yang diperbua dan dicontohkan oleh Nabi.
  • Hadis Taqririyah
Seluruh hadis yang berbentuk ketetapan atau persetujuan Nabi Muhammad Saw terhadap suatu perkara yang dilakuakn sahabat atau umatnya. Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw memberikan persetujuan atau ketetapan terhadap hal-hal positif yang dilakukan sahabatnya. Sebagai contoh, nabi Muhammad saw menyetujui kalimat-kalimat azan yang dikumandangkan oleh sahabat yang bernama Bilal Nin rabbah.
  •   Hadis Hamiyah
Hadis nabi Muhammad Saw yang masih berbentuk harapan. Menurut ahli hadis, bentuk hadis seperti ini sangat sedikit, bahkan ada yang mengatakan tidak ada,. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad Saw adalah sosok teladan yang tidak pernah meminta umatnya melakukan sesuatu sebelum ia sendiri melakukannya. Begitupun, ada yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw pernah berniat untuk berpuasa pada Muharram, tetapi sebelum ia menunaikannya, beliau telah dipanggil Allah Swt inilah salah satunya sumber informasi tentang hadis hammiyah.
Hadis merupakan salah satu sumber hokum islam yang wajib kita taati. Allah Swt telah mewajibkan agar kita mentaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw tersebut. Firman Allah Swt :
وَ مَـا اتـاكمُ الرَسُـوْل فـخـُذوْهُ وَ مَـا نــهَـاكمْ عَــنْهُ فانـتــهُـوْا.

"Dan apa yang Rasul berikan untuk mu, maka terimalah ia, dan apa yang ia larang bagimu, maka jauhilah." (Q.S. al-Hasyr : 7)

“Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat.” (Qs. Ali Imran [3]: 132)
            Hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua, juga ditetapkan oleh hadis itu sendiri.sabda rasulullah :
“ aku tinggalkan kepadamu sekalian dua perkara apabila kamu berpegang teguh pada kedua perkara tersebut niscaya kau tidak akan tersesat selama-lamanya,kedua perkara itu adalah kitab allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah(Hadits). (HR.Bukhari dan Muslim)
Hadits terdiri dari :
a)      Matan, yaitu isi atau kandungan dari suatu hadis yang memuat berbagai pengertian.
b)      Sanad, yaitu jalan yang menyampaikan kepada matan hadis,yaitu nama-nama para perawinya yang berurutan menjadi sandaran dalam periwayatan hadis menjadi perantara Nabi Muhammad Saw sampai kepada perawi atau orang yang meriwayatkan suatu hadis
c)      Rawi yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadist

Klasifikasi Hadits
1        Hadis Shahih
Yaitu hadits yang dapat dipakai sebagai landasan hukum. Hadits yang sahih para perawinya bersambung sampai kepada Nabi saw, perawinya orang yang taat beragama, kuat hafalannya dan isinya tidak bertentangan dengan Al-Quran.
2. Hadits Hasan (baik)
Yaitu hadits yang memenuhi  persyaratan  seperti perawinya semuanya bersambungan, perawinya taat beragama, agak kuat hafalannya, tidak bertentangan dengan Al-Quran dan tidak cacat di dalamnya.

3. Hadits Daif (lemah)
Yaitu hadits yang tidak memenuhi  criteria  persyaratan hadits hasan apalagi shahih. Hadits daif tidak boleh dijadikan sebagai landasan hukum




Fungsi Hadits
a)      Penjelasan terhadap hal-hal yang masih bersifat umum (bayanu/ mujmal). Misalnya hadits Nabi saw yang menjelaskan pelaksanaan shalat, puasa, dan zakat secara detail dan sebagainyayang di dalam Al-Quran keterangan hukumnya masih bersifat umum.
b)      Pembatas hal-hal yang masih global dalam Al-Quran (Taqyidul mutlaq).Misalnya hadist Nabi yang menjelaskan batasan hukum potong tangan bagi pencuri yaitu sampai batas pergelangan tangan.Hukum potong tangan dalam Al- Quran hanya menerangkan perintah potong tangan saja tanpa menyebutkan batasan secara rinci.
c)      Pengkhususan hal-hal yang masih bersifat umum hukumnya didalam Al- Quran (takshisulaim). Misalnya hadits Nabi saw yang menerapkan secara detail hukum tentang warisan (harta pusaka). Dalam Al-Quran tidak ditegaskan mengenai perbedaan antara anak dan orang tua yang sama-sama muslim.
d)     Hadits menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran. Misalnya diharamkannya memakai cincin, emas dan pakaian sutera bagi kaum laki-laki. Contoh lain hukum yang tidak di dapati dalam al-quran tetapi ditetapkan dalam hadits adalah kewajiban menyamak bejana yang dijilati anjing dengan cara membasuhnya tujuh kali dengan air,dimana salah satunya harus air yang dicampur dengan tanah.
e)      Hadist memperkuat atau mengukuhkan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh al-quran.
3.      Al-Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Pelengkap
           Menurut bahasa Ijtihad artinya bersungguh-sungguh.
Menurut istilah Ijtihad ialah bersungguh-sungguh menggunakan akal pikiran untuk merumuskan dan menetapkan hukum atau suatu perkara yang tidak ditemukan kepastian hukumnya dalam Al-Qur’an maupun Hadits.
                 Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga atau pelengkap. Hal itu di dasarkan kepada hadis yang diriwiyatkan oleh Imam Tirmizi dan Abu Daud  yang berisikan dialoq antara Nabi Muhammad Saw dengan Mua’az bin Jabal, ketika diutus ke negeri Yaman waktu itu Nabi bertanya kepada Mu’az “ Bagaimana kamua akan menetapkan hukum kalau dihadapkan kepadamu sutu persoalan yang memerlukan ketetapan hukum?” Mu’az menjawab,” saya akan menetapkan hukum dengan Al-Qur’an ,” Rasul bertanya lagi “ kalau seandainya tidak ditemukan ketetapannya dengan Al-quran?” Mu’az menjawab,” saya akan berijtihad denan pendapat saya sendiri.” Kemudian rasulullah menepuk-nepuk bahu mu’az bin jabal tanda setuju. Dan ini merupakan dasar hukum perlunya ijtihad. Al-quran menjelaskan ada “ULIL  AMRI”yang berarti mereka yang berwenang menetapkan suatu maslahat bagi umat. Q.S An-Nisa ayat 59.

Persoalan apa sajakah yang boleh di ijtihadkan?
Para ulama sepakat bahwa semua masalah boleh diijtihadkan apabila kita tidak menentukan penjelasan yang rinci tentang masalah tersebut, baik dalam al-quran maupun hadist. Karenanya kita tidak diperkenankan lagi beijtihad dalam masalah-masalah yang sudah jelas aturan dan dasar hukumnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Ijtihad semakin dirasakan penting ditengah-tengah kehidupan yang semakin maju, maka semakin banyak pula permasalahan-permasalahan baru yang belum pernah terjadi, baik pada masa rasul,sahabat maupun pada masa-masa sebelunya.kini semakin, banyak masalah yang memerlukan ijtihad para ulama menentukan status atau ketentuan hukumnya.
Diantara msalah-masalah tersebut misalnya:
·         Bayi tabung
·         Ber-KB secara vasektomi dan tebektomi
·         Transpalantadi organ tubuh seperti jantung buatan, pemotongan hewan dengan mesin,transfusi darah, dan sih banyak masalah lainnya.

Bentuk-bentuk Ijtihad
a.      Ijma’
Menggunakan bahasa Ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
b.     Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain, kemudian menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum suatu maslaah yang tidak ditentukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan cara menganalogikan suatu masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan ‘illat (alasan).
c.      Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu hal. Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk menjalankan qiyas yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum (universal/kulli) untuk menjalankan hukum khusus (pengecualian/istitsna’), karena adanya alasan yang menurut pertimbangan logika menguatkannya. Contoh: menurut istihsan sisa minuman dari burung-burung yang buas seperti elang, gagak, rajawali dan lain-lain itu tetap suci berbeda dengan sisa minuman dari binatang-binatang buas seperti harimau, singa, serigala dan lain-lain yang haram dagingnya karena sisa makanan binatang-binatnag buas ini  mengikuti hukum dagingnya, maka sisa minumannya juga haram (najis). Alasan kesucian dari sisa minuman burung-burung buas tadi : meskipun haram dagingnya, karena burung-burung itu mengambil air minumnya dengan paruh yang berupa tulang (dimanan hukum tulang itu sendiri suci) dan tidak dimungkinkan air liur / ludah yang keluar dari perutnya (dagingnya) itu bercampur dengan sisa minuman tadi. Sedangkan binatang-binatang buas mengambil air minum dengan mulutnya yang sejenis daging sehingga dimungkinkan sekali sisa minumannya bercampur dengan ludahnya.
d.     Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil kebaikan. Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum pasti dari maslah tersebut tidak ditetapkan oleh oleh syar’I (al Qur’an dan Hadits) dan tidak ada perintah memperhatikan atau mengabaikannya. Contoh penggunaan masalihul mursalah kebijaksanaan yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan al Qur’an dalam suatu mush-haf, penggunaan ‘ijazah, surat-surat berharga dsb.
Dengan perkembangan zaman yang terus semakin maju, muncul berbagai masalah baru yang belum dijumpai ketetapan hukumnya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Masalah-masalah baru tersebut membutuhkan ijtihad, sehingga menjadi hukum bagi kaum muslimin. Hal ini menuntut kita semua untuk selalu memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan kita, sehingga kita mampu menjadi para mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad dengan benar. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi setiap umat muslim yang memiliki syarat-syarat ijtihad. Islam sangat mendorong kaum muslimin untuk melakukan ijtihad. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya yag diriwayatkan Mu’az bin Jabal :
Artinya : "Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian benar, maka ia mendapat dua pahala, dan apabila dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka dia memperoleh satu pahala. (HR. Bukhari Muslim).”
e.      Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hokum yang telah ada dan telah diterapkan karena adanya suatu dalil sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hokum tersebut. Misalnya apa yang diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-raguan, contoh : orang yang telah berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah dia tetap dalam keadaan wudlu dalam pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam hal menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap mubah sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.
Syarat umum yang harus dimiliki setiap mujtahid:
a)      Menguasai atau memahami secara mendalam tentang al-quran dan ilmu-ilmu al-quran, terutama ayat-ayat hukum, asbabun nuzul dan nasakh mansukhnya
b)      Menguasai hadis dan ilmu-ilmu hadis.
c)      Menguasai bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berkenaan dengan bahasa arab.
d)      Menguasai ilmu ushul fiqh.
e)      Memahami tujuan pokok syari’at islam
f)       Memahami Qawaid kulliyah atau Qawaid Fiqhiyah.


B. FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN  BERMASYARAKAT

Peranan hukum Islam dalam kehidupan masyarakat antara lain :
1.        Fungsi Ibadah
                 Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
2.  Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
                 Hukum Islam sebagai hokum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan kehidupan umat manusia untuk kebaikan dan mencegah kemungkaran, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan dengan masyarakat.
3. Fungsi Zawajir
                  Adanya sanksi hokum mencerminkan fungsi hokum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hokum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
4. Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah
                 Fungsi hokum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. hokum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana terlihat dalam hokum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hokum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. . Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah.
Ke empat fungsi ini dikemukakan oleh (Ibrahim Hosen, 1996 : 90).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar